Lompat ke isi utama

Berita

Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Berdampak Diskualifikasi

Mochammad Afifuddin, S.Th.I., M.Si Anggota Bawaslu Republik Indonesia mengungkap tak bisa rekomendasikan diskualifikasi Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota dan atau Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada serentak tahun 2020 yang melanggar protokol kesehatan.

Ia mengungkap bahwa Bawaslu maupun KPU harus patuh pada aturan-aturan yang berlaku, “Pilkada ini dilakukan disaat wabah atau tidak, aturan undang-undangnya sama yaitu Undang-Undang 10 tentang Pilkada, tidak ada undang-undang yang baru yang mengatur soal Pilkada. adapun aturan lainya, itu hanya ada di bawahnya yaitu PKPU dan Perbawaslu, yang isinya pasti tidak boleh melanggar undang-undang.”

Hal itu diungkap Afif karena banyaknya pihak yang memperatnyakan mengenai ketegasan Bawaslu dan KPU dalam menegakkan aturan protokol kesehatan yang diungkapnya sebagai pembuka portal Pilkada yang sempat ditutup karena wabah covid-19, terutama mengenai diskualifikasi terhadap Paslon yang tidak patuh dengan protokol kesehatan.

Tapi ia menerangkan bahwa pelaksanaan Pilkada, Bawaslu berpedoman pada Undang-Undang Dasar, “Kalau dalam Undang-Undang 10, yang namanya diskualifikasi itu orang yang boleh dicoret dari Calon kalau dia melakukan; Satu apa yang disebut pelanggaran politik uang yang terstruktur, sistematis, dan massif. atau Dua, dia melakukan mutasi dalam masa 6 bulan ketika dia petahana, 6 bulan sebelum ditetapkan calon sampai nanti dilantik melakukan mutasi, tanpa se ijin Menteri Dalam Negeri atau memberikan kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.” jelasnya saat memberikan amanat pada acara Apel Pengawasan Virtual dan Peringatan Hari Santri yang digelar Bawaslu Lamongan pada 22 Oktober 2020.

Selain itu ia mengungkap, pihaknya sudah mencatat ada 6 pelanggaran terhadap aturan Undang-Undang 10 selama proses pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, “sudah ada enam daerah yang kita rekomendasikan untuk ada diskualifikasi, lima diantaranya soal mutasi dan satu diantaranya tentang kebijakan yang menguntungkan Paslon, di Oganilir di Banggai. Oganilir yang direkomendasikan karena sembako-sembako dibagi, itu dampaknya diskualifikasi.”

Keenam paslon yang diungkap oleh Afif itu melanggar ketentuan dalam Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Pertama, Pasal 71 ayat (1) yang melarang pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah membuat keputusan, dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon;

Kedua, Mereka juga disebut melanggar Pasal 71 ayat (2) yang melarang Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau wakil wali kota melakukan penggantian pejabat. Pelarangan itu berlaku 6 bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri;

Terakhir, melanggar Pasal 71 ayat (3). Peraturan itu melarang Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Pelarangan mencangkum otoritas mereka di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih.

Pria asal Sidoarjo ini menerangkan dari enam rekomendasi diskualifikasi hanya satu yang ditindak lanjuti oleh KPU dan yang lima tidak ditindaklanjuti oleh KPU.

(SelviV)

Tag
Berita